DetikFlores.Com || Labuan Bajo – Direktur RSUD Komodo, dr. Maria Yosephina Melinda Gampar, diperiksa oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polres Mabar, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa (22/11/2022).
Pemeriksaan tersebut, terkait dengan adanya dugaan korupsi dana jasa pelayanan Covid-19 bagi tenaga kesehatan (Nakes) di RSUD Komodo senilai 18 Miliar yang diketahui sumber dananya dari pusat senilai 32 miliar untuk tahun 2020-2021.
Pemeriksaan dr. Melinda hari ini, adalah merupakan pemeriksaan yang kedua kali yang dimana sebelumnya dirinya diperiksa oleh unit Tipidkor Polres Mabar pada Jumat (18/11/2022) empat hari lalu. Dirinya diperiksa mulai pada pukul 09.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita.
Wakapolres Manggarai Barat, Kompol Sepuh Ade Irsyam Siregar, membenarkan atas pemeriksaan tersebut bahwa Direktur RSUD Komodo telah dipanggil sebatas untuk mengumpulkan bahan keterangan terkait dana jasa pelayanan (jaspel) Covid-19 untuk tenaga kesehatan (Nakes) di RSUD Komodo, yang sampai hari ini belum terbayarkan sejak pada tahun 2020-2021.
“Iya benar hari ini yang bersangkutan (Direktur RSUD Komodo) telah diperiksa untuk dimintai keterangan klarifikasi, dan pengumpulan pengecekan dokumen terkait sudah beredarnya berbagai informasi bahwa jasa pelayanan tenaga kesehatan di RSUD Komodo belum terbayarkan,” kata Waka Polres Mabar.
“Untuk sementara penyidik sedang mengumpulkan bukti bukti dugaan terjadinya penyimpangan dana untuk jaspel nakes ini,” tambahnya.
Orang nomor dua di Polres Mabar itu berharap kepada tenaga kesehatan (Nakes) Covi-19 RSUD Komodo segera membuat laporan ke Kepolisian.
“Kami minta kepada para nakes di RSUD Komodo agar segera membuat laporan resmi ke Polres Mabar dengan membawa semua data data yang lengkap,” harap Kompol Siregar.
Sementara itu, Direktur RSUD Komodo, dr. Maria Yosephina Melinda Gampar, saat awak media mewawancarainya di depan halaman Mako Polres Mabar mengatakan dirinya capek setelah diperiksa.
“Iya saya sudah capek Pak,” kata yang biasa disapa Ibu Melinda.
Untuk diketahui, polemik jaspel COVID-19 ini bergulir ketika para nakes RSUD Komodo berani bersuara secara terbuka menuntut Pemkab Manggarai Barat membayar hak mereka setelah hampir setahun menanti. Seminggu lalu, puluhan nakes RSUD Komodo geruduk kantor bupati untuk menuntut pembayaran jaspel COVID-19 tahun 2020-2021.
Sumber uang pembayaran jaspel COVID-19 itu sudah dicairkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada akhir Desember 2021, sebesar Rp 32 miliar. Uang itu adalah pembayaran atas klaim penggantian biaya pembayaran pasien COVID-19 yang diajukan RSUD Komodo tahun 2020 dan 2021. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/5673/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien COVID-19. Salah satu item penggunaan uang itu adalah untuk jasa pelayanan.
Kementerian Kesehatan mentransfer uang itu dalam dua tahap ke rekening RSUD Komodo. Selanjutnya, karena RSUD Komodo masih berstatus UPTD di bawah Dinas Kesehatan Manggarai Barat, uang itu disetorkan semuanya ke kas daerah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sebagai retribusi dari rumah sakit tersebut. Ini sama halnya dengan uang yang diterima RSUD Komodo atas klaim pembayaran pasien BPJS dan pasien umum, diserahkan semuanya ke kas daerah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Dalam hitung-hitungan nakes RSUD Komodo, jaspel yang seharusnya mereka terima dari Pemkab Manggarai Barat sebesar Rp 18 miliar atau 60 persen dari Rp 32 miliar yang diberikan Kementerian Kesehatan. Sisanya Rp 14 miliar atau 40 persen sebagai jasa sarana masuk ke kas daerah.
Penghitungan ini mengacu pada Perda Manggarai Barat tentang Retribusi Pelayanan Jasa Kesehatan, sebagaimana yang menjadi dasar hukum pembagian jasa pelayanan umum dan jasa pelayanan pasien BPJS yang diterima RSUD Komodo selama ini.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menolak membayar jaspel COVID-19 tersebut setelah mendapat petunjuk dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT, Jumat (18/11/2022). Alasan sebelumnya selama hampir setahun terakhir, uang itu tak bisa dibayarkan karena tak ada dasar hukumnya. [Ziliwu)